sismedika

Bahaya Sunat Wanita: Praktik yang Membahayakan Kesehatan dan Hak Asasi

Pendahuluan

Sunat wanita, juga dikenal sebagai Female Genital Mutilation (FGM), adalah praktik yang masih banyak dilakukan di beberapa negara, termasuk di beberapa komunitas di Indonesia. Praktik ini melibatkan pengangkatan sebagian atau seluruh bagian luar genitalia wanita atau tindakan lain yang merusak organ genital wanita tanpa alasan medis. FGM tidak hanya merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia, tetapi juga membawa berbagai risiko kesehatan jangka pendek dan jangka panjang. Artikel ini akan membahas bahaya FGM serta alasan mengapa praktik ini harus dihentikan.

Definisi dan Jenis-Jenis FGM

FGM terdiri dari beberapa jenis, yang dikategorikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai berikut:

  1. Tipe I (Clitoridectomy): Pengangkatan sebagian atau seluruh klitoris.
  2. Tipe II (Excision): Pengangkatan sebagian atau seluruh klitoris dan labia minora, dengan atau tanpa labia majora.
  3. Tipe III (Infibulation): Penyempitan lubang vagina dengan menciptakan penyegelan melalui pemotongan dan reposisi labia minora atau labia majora.
  4. Tipe IV: Semua prosedur berbahaya lainnya pada alat kelamin wanita untuk tujuan non-medis, seperti tusukan, penusukan, pengikatan, atau pemotongan.

Dampak Kesehatan FGM

FGM memiliki dampak kesehatan yang serius, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Beberapa di antaranya adalah:

1. Dampak Jangka Pendek:

  • Nyeri Hebat: Prosedur FGM biasanya dilakukan tanpa anestesi, menyebabkan rasa sakit yang ekstrem.
  • Pendarahan: Risiko pendarahan hebat sangat tinggi karena pemotongan jaringan genital.
  • Infeksi: Alat yang tidak steril dan prosedur yang tidak higienis meningkatkan risiko infeksi, termasuk tetanus dan sepsis.
  • Shock: Nyeri hebat dan kehilangan darah dapat menyebabkan shock, yang berpotensi fatal.

2. Dampak Jangka Panjang:

  • Masalah Kencing: Bekas luka atau jaringan yang menebal dapat menyebabkan obstruksi saluran kencing dan infeksi saluran kemih berulang.
  • Masalah Menstruasi: Infibulasi atau penutupan lubang vagina dapat menyebabkan gangguan aliran menstruasi.
  • Komplikasi Kehamilan dan Kelahiran: Wanita yang telah menjalani FGM memiliki risiko lebih tinggi mengalami komplikasi selama kehamilan dan persalinan, termasuk perdarahan postpartum dan kelahiran yang sulit.
  • Masalah Seksual: Kehilangan klitoris dan jaringan genital lainnya dapat mengakibatkan masalah seksual seperti dispareunia (nyeri saat berhubungan seksual) dan hilangnya kepuasan seksual.
  • Masalah Psikologis: Trauma fisik dan emosional dari FGM dapat menyebabkan gangguan psikologis seperti depresi, kecemasan, dan gangguan stres pasca-trauma (PTSD).

Hak Asasi dan Hukum

FGM merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang diakui secara internasional. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita (CEDAW) menegaskan bahwa setiap individu memiliki hak untuk bebas dari kekerasan dan perlakuan tidak manusiawi. Meskipun demikian, FGM masih dilakukan di beberapa komunitas karena alasan budaya, sosial, dan religius.

Di Indonesia, praktik sunat perempuan masih terjadi meskipun telah ada upaya untuk melarang dan menguranginya. Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan peraturan yang melarang tenaga kesehatan untuk melakukan sunat perempuan karena alasan medis yang tidak valid. Namun, tantangan dalam menghapuskan praktik ini tetap besar, terutama di komunitas-komunitas yang memegang kuat tradisi ini.

Upaya Penghapusan FGM

Menghapuskan FGM memerlukan pendekatan yang holistik dan komprehensif, termasuk:

  1. Edukasi dan Kesadaran: Meningkatkan kesadaran tentang bahaya FGM melalui kampanye pendidikan dan advokasi di tingkat komunitas dan nasional.
  2. Penegakan Hukum: Menguatkan penegakan hukum terhadap praktik FGM dan memberikan perlindungan bagi korban serta hukuman bagi pelaku.
  3. Pemberdayaan Perempuan: Mendorong pemberdayaan perempuan melalui pendidikan dan peningkatan akses terhadap layanan kesehatan yang berkualitas.
  4. Keterlibatan Komunitas: Melibatkan pemimpin komunitas dan tokoh agama dalam upaya mengubah norma sosial dan budaya yang mendukung FGM.

Peran Lembaga Internasional

Banyak lembaga internasional, termasuk WHO, UNICEF, dan UNFPA, bekerja sama dengan pemerintah dan organisasi non-pemerintah untuk menghapuskan FGM. Mereka menyediakan dana, pelatihan, dan sumber daya untuk mendukung program-program yang bertujuan mengurangi dan mengakhiri praktik ini.

Kesimpulan

FGM adalah praktik yang membahayakan kesehatan fisik dan mental wanita serta merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Meski masih banyak tantangan, upaya untuk menghapuskan FGM terus dilakukan melalui pendidikan, penegakan hukum, dan pemberdayaan perempuan. Setiap orang memiliki peran dalam menghentikan praktik ini dan memastikan hak kesehatan serta keselamatan perempuan dan anak perempuan terjamin.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *